Selasa, 18 November 2014

Masjid Kupang

Masjid Agung Airmata atau resminya beranama Masjid Agung Al-Baitul Qadim, Daerah Air mata, Kota kupang. Merupakan masjid pertama dan tertua di Kota Kupang dan di wilayah pulau Timor. Masjid ini menjadi simbol pemersatu ummat beragama di kupang dan sekitarnya, karena sejak pertaka kali dibangun nya pun dibangun bergotong royong bersama masyarakat Nasrani setempat, Selain dari itu Masjid Airmata juga merupakan potret dasar masuknya Islam di Kupang, ibu kota Nusa Tenggara Timur (NTT).  Masjid ini merupakan pemersatu warga Muslim dan nonmuslim. Tak mengherankan jika masjid tersebut dijadikan sebagai objek wisata rohani di Kota Kupang.
 
Masjid yang sudah berusia sekitar 200 tahun itu dibangun diatas tanah hibah Sya’ban bin Sanga Kala pada 1806 bersama dengan Kyai Arsyad (tokoh pergerakan Banten yang dibuang Belanda ke Kupang) dibantu umat Kristiani yang ada di sekitar kampung Airmata Kupang. Masjid Al-Baitul Qadim merupakan masjid tertua di Pulau Timor, dan dijadikan sebagai pusat penyebaran agama Islam pada saat itu hingga sampai ke Timor Portugis (Timor Leste sekarang).
 
Syahban bin Sanga Kala merupakan warga Muslim pertama yang menginjakkan kakinya di Pulau Timor dalam pelayarannya dari Pulau Solor di Kabupaten Flores Timur. Syahban bin Sanga Kala berasal dari Mananga, sebuah kampung di Pulau Solor bagian barat.
 
 

 
Masjid Agung Al-Baitul Qadim adalah sebuah masjid yang terletak di Airmata, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Masjid ini berusia lebih dari 200 tahun, dan merupakan masjid tertua di Pulau Timor. Walau usianya telah memasuki dua abad lebih, sebagian ruangan rumah ibadah ini di lantai satu masih menampakkan keasliannya, kecuali dipugar dengan menambahkan menjadi dua lantai.

Sejarah...

Masjid Agung Al Baitul Qadim dibangun oleh Sya'ban bin Sanga pada tahun 1806 bersama Sultan Badarruddin dan Rakyatnya dan juga bantuan dari penduduk setempat yang beretnis Timor, hal ini dilakukan guna memberikan sebuah tempat ibadah dan pusat keagamaan bagi Masyarakat Kesultanan Mananga yang baru dipindahkan oleh Pemerintah Hindia Belanda dari Pulau Solor ke Pulau Timor. Yang kemudian tersebarlah dakwah Islamiyah di Pulau Timor melalui tangan putra-putra Mananga ini atas seizin Allah Subhanahu wa Ta'ala. Pembangunan Masjid Agung Al Baitul Qadim ini berlangsung 6 (enam) tahun lamanya yaitu dimulai pada tahun 1806 dan selesai tahun 1812.

Sya'ban bin Sanga merupakan Imam yang pertama bagi kaum Muslimin di Pulau Timor. Beliau datang bersama rombongan Kesultanan Mananga dibawah Pimpinan Sultan Badarrudin yang di pindahkan oleh Pemerintah Hindia Belanda dari negeri asalnya yaitu Desa Menanga, Pulau Solor, NTT.Dan inilah awal masuknya Islam ke Pulau Timor.

Sebagai Imam kaum ketika itu Sya'ban bin Sanga memiliki wewenang untuk mengatur segala hal yang menyangkut urusan keagamaan. Dan kemudian pembagian ini dikenal oleh masyarakat Airmata dengan sebutan "Kampung Imam" yang bermakna wilayah kebijakkan Imam. Adapun Sultan Badaruddin mengatur masalah kepemimpinan secara menyeluruh dengan tetap memperhatikan pertimbangan Sya'ban bin Sanga sebagai Imam Kesultanan. Dan wilayah kebijakkan dan kekuasaan Sultan Badaruddin ini dikenal dengan istilah "Kampung Raja". Dalam menjaga kelanggengan hubungan baik antara "Kampung Imam dan Kampung Raja" ini ditetapkanlah sebuah etika oleh Sultan Badarruddin dan Sya'ban bin Sanga yang hingga kini pun masih bisa dilihat pada pelaksanaan ritual-ritual keagamaan di dua Kampung Islam tertua di pulau Timor yaitu Kampung Solor dan Airmata.

Sya'ban bin Sanga memiliki 3 (tiga) orang putra yang dikemudian diwakafkan untuk melakukan pengurusan Masjid Agung Al Baitul Qadim hingga anak cucu keturunan mereka dan mereka adalah: Birando anak tertua diwakafkan untuk menjadi Imam Masjid, Abdullah anak kedua diwakafkan untuk menjadi Khatib Masjid dan Bofeiq anak terakhir diwakafkan untuk menjadi Bilal Masjid. Dan pewakafan ini masih tetap dijunjung tinggi oleh anak keturunan mereka.

Pada tahun 1984, oleh Imam Masjid turunan ketujuh, Birando bin Tahir, melakukan pemugaran Masjid Agung Al Baitul Qadim atas persetujuan jemaah setempat, dengan sejumlah alasan diantaranya bertambah pesatnya perkembangan jumlah warga Muslim dam Muslimah. Pemugaran itu juga didasarkan pada kondisi rumah ibadah tertua ini tidak layak lagi dipandang, karena sebagian dinding dan atap mengalami perapuhan, sehingga perlu direnovasi, tanpa menghilangkan keasliannya yang tetap nampak pada sebagian dinding ruangan yang hingga kini masih ada.

diedit oleh Mahmud bin Abdullatief bin Barkah bin Talib bin Bofeiq bin Sya'ban bin Sanga (081325078302). Salatiga, April 2012

Masjid pemersatu...

Masjid Agung Al Baitul Qadim ini merupakan simbol pemersatu warga Muslim dengan non-muslim karena dalam pembangunan Masjid ini pun mendapat bantuan dari masyarakat etnis asli setempat dibawah perintah Raja Taebenu Raja Timor Barat Timor Loro Manu ketika itu.

Sehingga masyarakat Tabenu merasa turut serta memiliki tanggungjawab untuk menjaga keberadaan Masjid Agung Al Baitul Qadim. Hal ini terwujud dengan sikap penjagaan yang mereka tunjukkan dan wujudkan dalam pergaulan mereka sehari-hari.

Ikatan Persatuan ini diperkuat dan diperluas dengan adanya hubungan perkawinan dengan berbagai suku setempat membuat Masjid Agung Al Baitul Qadim semakin jelas menjadi sebuah simbol Pemersatu yang mengikat hati-hati setiap warga Timor.

Sehingga dengan keadaan ini masyarakat "Kampung Imam dan Kampung Raja" dapat dengan aman menjalankan beraneka ragam bentuk ritual Keagamaan dengan tenang dan tidak mendapatkan gangguan.
Keragaman bentuk ritual ini sungguh indah terlihat dan nyaman terasa dan semua itu berpusat di Masjid Agung Al Baitul Qadim maka tak ayal lagi hal ini menjadi sebab banyaknya pengunjung dari luar NTT yang berdatangan ke Masjid Agung Al Baitul Qadim hanya untuk mengetahui keberadaan mesjid yang tergolong tertua di wilayah Pulau Timor ini sembari melakukan perjalanan wisata rohani di Kota Kupang.
Masjid dengan arsitektur khas yang menggabungkan unsur budaya Flores Timur dengan Arab itu merupakan simbol perlawanan warga Airmata terhadap penjajahan Portugis, Belanda dan Jepang.[2] Bahkan kaum penjajah kala itu mencoba menghancurkan Masjid Agung Al Baitul Qadim tersebut dengan berbagai cara namun Alhamdulillah dengan perlindungan Allah usaha mereka itu selalu berakhir dengan kegagalan.
Masjid Agung Al Baitul Qadim yang unik, kini telah menurunkan tujuh Imam Kepala Pendahulu diantaranya Sya'ban bin Sanga, Birando bin Sya'ban, Alidin bin Birando bin Sya'ban, Ali bin Birando bin Sya'ban, Tahir bin Ali bin Birando bin Sya'ban dan Birando bin Tahir bin Ali bin Birando bin Sya'ban.

Arsitektur...

Masjid itu dibangun dengan perpaduan arsitek antara unsur budaya Flores Timur dan Arab sebagai simbol perlawanan warga Airmata terhadap koloni Belanda dan Jepang pada masa itu.

Masjid Air Mata ketikش dibangun pertama kali tahun 1806 Masehi berarsitektur perpaduan seni arsitektur Jawa dan Cina. Dengan ukuran 10 x 10 meter, berbentuk joglo,  dengan atap genteng. Tahun 1984 masehi dilkukan pemugaran total dengan pemrakarasa Imam H. Birando bin Taher.  Menjadi bentuknya yang sekarang.

Pemugaran ini dilakukan Birando bin Tahir atas persetujuan jemaah setempat, dengan sejumlah alasan, di antaranya bertambah pesatnya warga Muslim dam Muslimah. Pemugaran itu juga didasarkan pada kondisi rumah ibadah tertua ini tidak layak lagi dipandang, karena sebagian dinding dan atap mengalami perapuhan, sehingga perlu direnovasi, tanpa menghilangkan keasliannya yang tetap nampak pada sebagian dinding ruangan yang hingga kini masih ada.

Mauludan yang khas...

Mengunjungi masjid ini akan lebih mengesankan bila bersamaan dengan, saat perayaan Maulid Nabi, 12 Rabiul Awal. Berbeda dengan daerah lain, perayaan Maulid Nabi di Kupang, terutama di kedua ini memiliki tradisi yang sangat khas. Acara pokok mauludan adalah berzikir, yakni pembacaan kitab Barjanzi yang dilatunkan dengan irama tertentu serta diiringi oleh tabuhan rebana. Sepintas, seni berzikir ini hampir memiliki kesamaan dengan seni ruddat yang banyak dijumpai di wilayah Tapal Kuda, Jawa Timur. Tradisi yang sama juga dilaksanakan di Masjid Al-Falah, Kampung Solor, Kota kupang.

Peringatan Maulid Nabi di sini juga ditandai dengan aneka hidangan yang dihiasi aneka warna. Ada nasi merah dan kuning, ada telur ayam rebus, juga pisang rebus yang juga diberi aneka warna dan dihidangkan dalam nampan bersama nasi tadi. Lebih khas lagi, ada kelapa muda diukir aneka macam yang ditancapi kembang-kembang plastik. Semua aneka makanan, kelapa dan bunga itu selepas waktu Isya diarak beramai-ramai menuju masjid dengan lantunan Salawat Badar.

Perarakan Siripuan Warnai Perayaan Maulid Nabi Muhamad  Sholallahu 'alaihi wasallam...

Prosesi Perarakan Siripuan mewarnai setiap perayaan Maulid Nabi Muhamad SAW diselenggarakan oleh komunitas muslim Kelurahan Airmata-Kota Kupang. Siripuan yang diarak tersebut berupa rangkaian bunga  rampai daun pandan dan buah - buahan, yang merupakan lambang cinta kasih dan damai sejahtera, diarak oleh ratusan masyarakat kelurahan Airmata, diiringi dengan tari-tarian dengan bergandengan tangan sambil mendendangkan Sholawat Nabi. 

Prosesi perarakan siripuan yang merupakan perpaduan antara nilai budaya dan nilai religius yang dilakukan dalam rangka memperingati hari lahirnya Nabi Muhamad SAW tersebut, telah berlangsung turun temurun tepatnya sejak tahun 1806, dan bertujuan untuk meningkatkan tali silaturahmi diantara umat muslim dan umat beragama lainnya yang ada di Kota Kupang.

Perarakan siripuan malam itu yang ditandai dengan pemukulan bedug oleh Walikota Kupang, dilepas dari rumah imam masjid menuju Masjid Agung Al Baitul Qadim-Airmata. Acara ini biasa nya juga dihadiri oleh para pejabat daerah dan pusat baik sipil maupun Militer.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates