Sejarah...
Sekitar tahun 1760, ketika Kota Manado mulai membuka dirinya sebagai lintasan perdagangan rempah-rempah di wilayah KTI setelah Makassar, Ternate dan Ambon, Kota Manado mulai dijadikan daerah transit (persinggahan) para pedagang. Awalnya para pendatang yang berprofesi sebagai pedagang dan beragama
Islam dari Ternate, Tidore, Makian (Maluku Utara) dan Hitu (Ambon),
mulai tinggal dan menetap sementara di Manado, tepatnya di kawasan
Pondol.
Seiring waktu dengan kian ramainya jalur perdagangan, para pedagang Islam dari Jawa Tengah, Solo, Yogyakarta serta Surabaya, pun mulai ikut menetap. Banyak dari mereka yang juga berprofesi sebagai pegawai yang bekerja pada pemerintahan Hindia Belanda.
Makin banyaknya penduduk muslim baru di Manado, mereka perlahan-lahan
mulai berpikir untuk mendirikan atau membangun suatu perkampungan baru
yang khusus bagi komunitas muslim, agar mereka lebih leluasa menjalankan
ajaran Islam sesuai dengan tuntunan agama.
Keinginan mereka baru bisa terealisasi sekitar 1770 atau 10 tahun kemudian. Itupun dengan persetujuan pemerintah Belanda
yang memilih lokasi kosong dan layak untuk di huni, yakni ujung Utara
Manado, kala itu bernama Kampung Suraya. Kampung itulah kemudian menjadi
tempat bagi pendatang komunitas muslim dalam melangsungkan hidup dan
kehidupannya.
Kampung Islam...
Menurut penuturan Hi. Hasan Jan SE, dalam sebuah risalah singkatnya
mengenai sejarah berdirinya Masjid Awal Fathul Mubien menilai, daerah
tersebut dipilih karena waktu itu, wilayah tersebut rawan konflik.
Artinya sering terjadi perang antar suku asli yang mendiami kawasan
Manado bagian Utara dengan suku asli yang mendiami kawasan Manado bagian
Selatan.
Kampung Islam mulai bertambah ramai menyusul pendatang baru yang
datang dari Palembang, Padang, Banjar, Makassar, Indramayu dan Cirebon.
Bahkan para pedagang Timur Tengah dari Hadramaut Yaman yang masuk
melalui pantai Utara Jawa.
Di tengah-tengah kampung kemudian di dirikanlah sebuah Masjid yang
diberi nama Awal Fathul Mubien yang berarti sebagai awal atau pembuka
yang nyata. Kira-kira sekitar 1802 dengan keadaan bangunan masjid masih menggunakan pondasi karang berlantai papan.
Sedangkan dibagian ujung kampung disediakan lahan pekuburan khusus bagi penduduk Kampung Islam.
Pemugaran...
Sekitar 1830
bangunan masjid untuk pertama kalinya dipugar. Masjid direnovasi
menjadi lebih besar dengan ukuran 8 x 8 meter, dengan pondasi mulai
memakai campuran kapur dengan tras. Perbaikan bangunan masjid terus
dilakukan. Tahun 1930,
diubah menjadi 8 x 12 meter. Selanjutnya diperluas lagi menjadi 8 x 14
meter. Selanjutnya antara 1967 – 1995 diperluas menjadi 26 x 26 meter.[3]
Dan pada 2001 sampai sekarang terus dilakukan perbaikan, dengan
pemasangan tegel/keramik pada semua bagian masjid. Ini dilakukan selain
makin bertambahnya penduduk muslim, juga intensitas kegiatan dalam
mengembangkan kebudayaan Islam makin banyak. Seperti, baca tulis Al-Quran, Barzanji, baca doa Maulud, kesenian Hadrah dan Samra.
Sebagai masjid pertama di Kota Manado dan kedua terbesar setelah Masjid Raya Ahmad Yani, Masjid Awal Fathul Mubien diberikan status sebagai masjid Agung pada 1 Juli 1991.[1]
Tercatat pula, sejak masjid didirikan 1770 sampai sekarang, sudah 7
orang yang dipilih sebagai imam yakni, Taher Umar, Hi. Ahmad Buntjong,
Hi. Umar Jaseh, Akwan Hamadi, Hi. Said T Bachmid, Achmad Z Makkah dan
Drs Hi. Abdurrahman Noh (imam saat ini).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar